Jambu cinta
sebuah cerpen
Siang sudah mulai habis. Sang surya
mohon pamit dan mempersilahkan malam untuk datang. Semburat merah telah
terlukiskan di ufuk barat. Burung-burung camar kembali ke sarangnya, setelah
seharian berkelana mencari penyambung hidup. Seorang laki-laki berjalan lunglai
dan lemas. Maklum dia telah berjalan jauh, ditambah pula dia sedang melakukan
puasa sunat. Waktu maghrib telah tiba, dia mencari air untuk sekedar melepas
dahaga dan mencari makanan untuk berbuka. Tiba di sungai ,dia langsung meneguk
airnya yang memang jernih. Setelah dahaganya telah terpuaskan, dia melihat
sebuah jambu yang hanyut di sungai. Karena merasa lapar yang sudah tak
tertahankan dia langsung saja mengambil buah itu lalu memakannya. Setelah
selesai makan buah itu, dia teringat akan sesuatu dan berkata :
"Astaghfirulloh… aku lupa, buah ini masih bukan
hakku. Buah ini belum halal bagiku. Aku harus mencari tempat buah ini berasal
dan meminta halal dari yang punya."
Namun hari sudah mulai gelap dan ia
memutuskan untuk mencarinya esok hari. Kesokan harinya, dia mencari asal muasal
buah itu dengan menyusuri sungai. Setelah berjalan beberapa jam, dia akhirnya
menemukan pohon jambu yang ia kira bahwa jambu yang hanyut dalam sungai dan
yang ia makan berasal dari pohon ini. Lantas ia mencari pemilik pohon jambu
tersebut. Tak jauh dari pohon tersebut, ada seorang laki-laki yang telah
memerak rambutnya dan dengan mandi keringat sedang membersihkan rumput-rumput
liar yang tumbuh. Dia pikir bahwa orang tua tersebut adalah pemilik pohon jambu
itu. Dia lantas menghampirnya dan menanyakan hal itu padanya.
"Assalamu'alaikum…"
"Wa'alaikumussalam warohmatullohi wabarokatuh…"
Jawab orang tua tersebut.
"Maaf pak mengganggu, apakah benar bapak yang
memiliki pohon jambu itu?".
"Benar. Ada
apa ya mas?"
"Sebelumnya saya minta maaf, saya telah berbuat
dholim pada bapak. Kemarin sore saya melihat buah jambu yang hanyut di sungai.
Lalu saya mengambilnya dan memakannya. Saya sadar bahwa jambu itu bukan milik
saya dan tidak halal bagi saya. Oleh karena itu, saya meminta halalnya dari
bapak akan buah itu". Terang dia akan maksud kedatangannya.
"Ooo…. Jadi begitu ya…" Sambil manggut-manggt
dan mengelus jenggotnya, orang tua itu menanggapi perkataannya.
"Lebih baik kita tidak bercakap-cakap disini, mari
kerumah saya saja agar kita lebih enak berbincang-bincang. Rumah saya tidak
jauh dari sini kok, mari!" Ajak orang tua pada sang pemuda untuk
bertandang kerumahnya. Pemuda itu menurut saja, demi mendapatkan kehalalan buah
jambu yang telah ia makan.
Tidak beberapa jauh, mereka telah sampai di rumah orang
tua itu. Rumah itu tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil. Setelah masuk
ke rumah pemuda itu di persilahkan duduk.
"Anak muda siapa namamu?"
"Ismail pak"
"Dari mana
kamu berasal?"
"Saya berasal dari kota di daerah utara sana pak." Ternyata pemuda itu bernama iIsmail.
"Maaf pak, mengenai buah jambunya bagaimana pak?". Dia balik bertanya
karena maksud dari kedatangannya adalah memimta halalnya jambu itu dan dia tak
mau berlama-lama disitu.
"Baiklah Ismail, mengenai jambuku yang telah kau
makan, aku akan menghalalkannya tapi dengan satu syarat." Ismail agak
terperanjat akan perkataan sang orang tua itu yang mengajukan persyaratan
terhadap jambu tersebut.
"Apa persyaratannya pak?" Ismail bertanya
mengenai syarat yang diajukan.
"Ismail, saya mempunyai 1 hektar lahan yang tidak
terawat. Saya disini hidup berdua dengan istri saya saja, dan lahan itu sudah
beberapa tahun tidak terawat karena saya sudah semakin tua. Jadi saya minta
kamu untuk merawat lahan itu selama 9 ttahun sebagai syarat agar jambuku yang
telah kau makan halal bagimu."
Ismail tercengang mendengar
persyaratan yang diajukan orang tua itu. Bagaimana tidak, waktu 9 tahun ia
habiskan hanya untuk sebuah jambu. Orang lain pasti akan berpikiran hal itu
adalah gila, masa hanya karena memakan sebuah jambu dihukum 9 tahun untuk merawat
tanah seluas 1 hektar. Hal ini tak masuk akal. Ini namanya pemaksaan. Ismail
diam dan merenung setelah mendengar persyaratan yang diajukan oleh orang tua
itu. Dengan hati yang terasa berat, ia akan tetap melaksanakan syarat itu. Dia
beranggapan daripada nanti buah jambu itu menjadi duri di akhirat gara-gara ia
telah memakan barang yang bukan haknya, lebih baik ia menerimanya di dunia ini.
"Bagaimana Ismail, sanggup?" Tanya orang tua akan
persetujuan Ismail.
"Baiklah pak, saya sanggup?" Jawab Ismail
menyatakan kesanggupannya.
"Mulai besok kamu langsung bekerja. Saya akan mengantarmu
kesana, dan di sana
ada gubuk, kamu bisa tinggal di gubuk itu."
9 tahun bukanlah waktu yang sebentar,
tapi Ismail menerimanya dengan hati ikhlas. Mungkin itu adalah salah satu jalan
untuk meraih ridho-Nya.
Hari demi hari ia lalui dengan bekerja
di ladang. Ladang itu memang agak jauh dari desa, sehinga hanya sesekali Ismail
bertemu dengan para penduduk. Dia pun hanya sedikit sekali mendengar
berita-berita dari luar. Itupun dari penduduk desa yang ia temui. Ketika
ditanya sejatinya dirinya, dia hanya menjawab sebagai seorang murid yang
ditugaskan mengolah lahan milik gurunya. Malam ia habiskan untuk bermunajat kepada
Sang Kholiq agar diberi kesabaran dan keikhlasan dalam menjalani cobaan ini.
Semakin hari ia semakin bertambah iman dan ia selalu muhasabah (instropeksi
diri) akan kesalahan-kesalahan yang ia buat di masa lalu.
Tak terasa waktu 9 tahun telah ia habiskan.
Pagi itu ia bergegas untuk bertemu dengan orang tua pemilik jambu, mengatakan
bahwa syarat yang ia berikan telah ia penuhoi. Sang orang tua sedang duduk-duduk
di depan rumahnya.
"Assalamu'alaikum…"
"Wa'alaikumussalam…. Oh kamu Ismail. Ayo silahkan duduk!
Ada apa? Apa
ada tanaman yang terkena hama?"
"Tidak pak. Semua tanaman dalam keadaan baik."
"Lha terus ada gerangan apa kamu kemari?"
"Begini pak. Syarat yang bapak berikan untuk bekerja
di ladang selama sembilan tahun telah saya penuhi. Dan tentunya jambu yang dulu
pernah saya makan telah dihalalkan. Maka dari itu saya mau pamit pak."
Ismail mengutarakan niatnya untuk pergi karena kewajiban telah terpenuhi.
"Ya….ya… kamu memang sudah 9 tahun disini. Tapi apa
kau tidak lihat, tanaman-tanaman itu sudah hampir panen? Tunggulah sebentar
dulu sampai musim panen usai!"
"Tapi pak, sesuai perjanjian saya menggarapnya
selama 9 tahun. Dan itu sudah saya kerjakan." Sergah Ismail menuntut.
"Ya, memang benar kau telah menunaikan kewajibanmu.
Silahkan kamu pergi kalau kamu ingin barang haram yang kamu makan tetap haram
di tubuhmu." Ismail tertunduk lesu mendengar perkataan dari orang tua itu.
Dia tetap tak ingin hidup dengan barang haram.
"Baiklah pak. Saya menurut."
Setelah itu, dia pun kembali ke gubuk
lagi. Setelah dipikir-pikir memang benar tanaman yang ia tanam sudah mulai akan
panen. Dan ia tak mau melewatkan hasil dari jerih payahnya sendiri. Ia pun
mulai bekerja lagi di ladang.
Masa panen telah berakhir. Dia pun
ingin mengutarakan niatnya untuk pergi yang gagal. Di pergi ke rumah orang tua
itu.
"Ismail ya? Mari sini masuk!" sebelum
mengucapkan salam ia terlebih dahulu dipersilahkan masuk. Agaknya orang tua itu
tahu akan kedatangannya.
"Saya datang kemari karena telah selesai menunaikan
kewajiban. Dan saya minta izin pamit." Kata Ismail mengutarakan niatnya.
"Ismail, kamu memang orang yang jujur, betanggung
jawab, dan bisa mengemban amanah. Ismail, sebenarnya aku mempunyai seorang
putri yang sudah waktunya untuk menikah dan aku ingi kamu mau menikah
dengannya. Tapi, asal kamu tahu saja anakku mempunyai banyak kekurangan. Dia
itu bisu, buta, tuli, dan lumpuh. Apakah kau mau menikahinya?"
Bagai disambara petir di siang bolong.
Tak habis pikir masa di harus menikahi seorang wanita yang serba kekurangan,
tidak sempurna sama sekali. Bahkan seorang kakekpun pasti tak mau menikahi
wanita yang tidak sempurna seperti itu. Ismail hanya diam dan berpikir
bagaimana cara menolak tawaran dari orang tua itu.
"Aku tahu, kamu pasti menolak tawaranku. Baiklah,
jika itu jadi pilihanmu. Itupun jika kau menginginkan pintu surga tertutup
buatmu karena barang haram yang kau makan."
Sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Itulah yang mungkin kini dialami oleh Ismail. Mendengar perkataannya, Ismail
hanya bisa sabar dan tawakal ilalloh
dalam menghadapi cobaan ini. Demi mendapatkan label halal dari sang pemilik
jambu itu, dia harus rela menghabiskan waktu hampir 10 tahun dengan bekerja di
ladang. Dan sekarang dia menghadapi dilema yang sangat pelik. Dia harus
menikahi seorang wanita yang sangat jauh dari kata sempurna bagi seorang
wanita.
"Ya Alloh…maafkanlah dosa-dosa yang telah hamba
lakukan dan hamba mohon diberi kekuatan serta kesabaran dalam menghadapi cobaan
yang Engkau berikan." Doa ia dalam hati. Memasrahkan semua pada Yang Maha
Kuasa. Demi mencari ridho-Nya, apapun akan ia lakukan.
"Baiklah pak. Saya bersedia menikahi istri
bapak." Jawab dia dengan nada pasrah.
"Bagus. 1 minggu lagi akad nikahnya dan juga
walimahannya." Kata orang tua itu menentukan waktu nikahnya yang terasa
begitu cepat.
Dalam 1 minggu tersebut, kesibukan
terjadi di rumah orang tua itu. Banyak sekali orang-orang yang membantu
suksesnya acara tersebut. Ismail terheran-heran mengapa banyak sekali orang
yang datang. Setelah bertanya pada beberapa orang ternyata orang tua tersebut
adalah seorang ulama terkemuka di daerah tersebut. Dia dfikenal dengan nama
Syekh Shodiq. Maklum dia tidak tahu sejatinya orang tua itu, karena
kesehariaanya hanya bekerja di ladang dan beribadah kepada Alloh SWT. Pantas
saja orang-orang banyak yang datang, dari rakyat kecil sampai para ulama dan
orang-orang pemerintahan. Mereka datang untuk menyampaikan selamat dan
memberikan doa restu.
Hari yang bersejarah bagi Ismail telah
tiba. Banyak sekali tamu-tamu yang datang dari segala macam kalangan. Dia agak
keder dan grogi melihat banyaknya tamu yang datang. Setelah beberapa lama,
akhirnya acara akad nikah dimulai. Syekh Shodiq, sekaligus calon mertua bagi Ismail
dan selaku wali nikah terlebih dahulu membacakan khutbah nikah kemudian
dilanjutkan dengan akadnya.
"Ya Ismail bin Ibrohim!" kata Syekh Shodiq memulai
akad nikah.
"Labbaik." Jawabku.
"Ankahtuka wa zawwajtuka Fatimah bintii bimahri
adawatis sholat haalan."
"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha linafsii bimahril
madzkur haalan."
"Bagaimana para saksi, sah?" Tanya Syekh Shodiq
kepada 2 orang dibelakangnya.
"Sah." Jawab mereka.
Setelah itu doa pun dibacakan. Ismail
merenung, menangis dalam hati. Bagaimana tidak, hari ini dia telah resmi
menjadi seorang suami bagi wanita yang tak pernah ia lihat sekalipun dan dengan
kriteria yang semua orang laki-laki pastti menolak jika diminta untuk
menikahinya.
Acarapun selesai. Banyak tamu undangan
yang sudah kembali ke rumah masing-masing. Hari yang sangat melelahkan bagi Ismail.
Di waktu acara, ada seorang tamu yang memberikan selamat dan mengatakan
padanya, "Beruntung kau anak muda mendapatkan istri putri Syekh Shodiq.
Dia itu sangat cantik lagi sholehah." Ismail hanya tersenyum dan
mengucapkan terima kasih. Dalam hati dia mengeluh, "Cantik gimana? Orang
istriku itu buta, tuli, bisu, lumpuh lagi. Ada-ada saja ini orang, pintar juga
menghibur."
"Ismail!" panggil Syekh Shodiq membuyarakan
lamunannya.
"Iya pak. Ada
apa?" jawabku dengan nada gugup.
"Kok kamu malah duduk disini. Sana pergi ke kamarmu! Istrimu sudah menunggu.
Itu di sebelah kanan kamarnya." Kata Syeh Shodiq menunjukan kamar
pengantinnya. Dengan langkah berat, Ismail lalu pergi ke kamar pengantin.
Hatinya tidak karuan, kalau bisa pergi, lebih baik dia langsung angkat kaki
dari rumah itu. Tapi itu bukan cerminan lelaki sejati yang lari dari tanggung
jawab. Semakin ia mendekati kamar semakin hatinya deg-degan. "Bismillahirrohmanirrohim…"
Ucapnya dalam hati.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam waromatullohi wabarokatuh."
Jawab suara dari dalam kamar.
Ismail terkejut mengapa ada yang menjawab salam, padahal
istrinya kan
bisu. Apa ada orang lain selain istrinya di dalam kamar. Ismail menjadi
bingung, tapi ia tetap memutuskan untuk tetap masuk kamar, barangkali memang
ada orang lain selain istrinya itu. Setelah masuk ia melihat ke sekeliling
kamar. Tak seorangpun orang di dalam kamar kecuali seorang wanita dengan baju
yang serba merah, kerudung merah dan memakai cadar. Ismail terpana melihat
wanita itu. Wanita itu begitu cantik dengan matanya yang lentik lagi menawan. Ismail
berpikiran bahwa dia salah kamar. Wanita itu tidaklah sesuai dengan dengan
kriteria yang menjadi istrinya.
"Oh, maaf. Saya salah kamar." Ismail lalu
berbalik dan bergegas untuk pergi, daripada nanti malah kena fitnah. Tapi baru mau
melangkahkan kaki, tiba-tiba….
"Tunggu mas. Mas tidak salah kamar. Benar ini memang
kamar pengantinnya. Dan saya adalah Fatimah, istri mas."
Deg. Ismail kaget, hatinya begitu
deg-degan. Apa aku tak salah dengar. Wanita ini mengaku sebagai Fatimah
istriku. Tak mungkin. Mustahil. Ismail tetap tak percaya wanita cantik yang ada
di depannya ini adalah istrinya.
"Mas pasti tidak percaya bahwa saya adalah Fatimah
putri Syekh Shodiq." Kata wanita itu karena melihat Ismail
terbengong-bengong dan kelihatan bingung.
"Ya. Tapi…. Apa memang kau adalah Fatimah,
istriku?" tanyaku dengan nada tak percaya.
"Benar mas. Kamu tidak salah." Jawab ia.
"Tapi… kata Syekh Shodiq, kamu….." melihatku
kebingungan dia tersenyum di balik cadarnya yang tipis.
"Baiklah mas.
Kemarilah! Duduklah di sampingku. Akan aku jelaskan semua." Ismail pun
menghampirinya dan duduk di sampingnya. Ada
perasaan sejuk yang menghampiri hatinya. Berbeda dengan saat tadi ia masuk ke
kamar ini.
"Memang benar apa yang dikatakan oleh abahku. Aku
memang bisu, tidak pernah berbicara kotor dan selalu kuisi dengan berdzikir
pada Alloh. Aku memang tuli karena tak pernah mendengar kata-kata yang tidak
selayaknya dikatakan. Aku memang buta, buta terhadap hal-hal yang berbau
kemaksiatan. Dan aku memang lumpuh,karena kaki ini tak pernah pergi ke
tempat-tempat maksiat. Dari umur 7 tahun aku sudah dititipkan kepada pamanku,
salah seorang ulama zahid yang berada di pinggiran kota. Abahku memang sengaja mengatakan
kepadamu hal-hal yang negatif mengenai diriku. Dia bermaksud untuk mengujimu.
Dan engkau menerimanya. Sebagai gantinya, abah menjadikan aku sebagai hadiah
untukmu."
Fatimah lalu membuka cadarnya. Betapa
terpesona Ismail melihat wajah istrinya. Begitu cantik. Bahkan bulan akan
kehilangan pesona bila bersanding denganya. Mata yang lentik dihiasi bulu
matanya yang indah, alis yang melengkung bagai bulan sabit, bibir yang merah
merekah bagai buah delima, dan pipi yang merona kemerah-merahan dan dihiasi
lesung pipi membuat laki-laki akan berpikir wanita ini manusia atau seorang
bidadari.
"Istriku, kau begitu cantik melebihi bidadari.
Mereka akan iri melihatmu. Matahari akan malu menunjukan dirinya karena kalah
dengan sinar matamu. Engkau sangat cantik istriku. Inni uhibbuki anti jiddan…jiddan…jiddan."
"wa uhibbuka jiddan ya habiby." Jawab sang istri.
Ismail mencium istrinya dengan mesra. Buah
dari kesabarannya dalam menghadapi cobaan telah ia petik dengan mendapatkan
istri yang sangat cantik lagi sholihah. Mereka pun bersama mengarungi samudra
kebahagiaan. Menjadi pasangan yang membuat iri seluruh makhluk yang ada di
langit dan di bumi. Sungguh betapa beruntungnya Ismail, semua kenikmatan dan
kebahagiaan yang ia peroleh hanya disebabkan oleh sebuah jambu, ya jambu. Jambu
Cinta.
Siapa yang tak mengakui ketampanan dan keelokan Nabi
Yusuf, bahkan tak ada yang bisa menandingi ketampanannya kecuali Nabi Muhammad
SAW. Ketampanan seluruh makhluk yang ada di dunia ini, 50 % adalah milik Nabi
Muhammad SAW, 25% milik Nabi Yusuf dan 25% diperebutkan oleh sekian makhluk
dari zaman Nabi Adam sampai dunia ini mencapai batas umurnya. Wanita-wanita
yang ada di zaman Nabi Yusuf akan terpana dan terpesona melihat ketampanannya,
bahkan sampai-sampai tangan mereka teriris pun tak terasa. Dari kelas bawah
sampai kelas bangsawan mengakuinya sebagai laki-laki yang seperti seorang
malaikat. Salah satunmya adalah Zulaiha, istri seorang bangsawan yang juga
membeli Nabi Yusuf dari pedagang budak.
0 komentar:
Posting Komentar