Pages

Senin, 14 September 2015

Jambu Cinta



Jambu cinta
sebuah cerpen


Siang sudah mulai habis. Sang surya mohon pamit dan mempersilahkan malam untuk datang. Semburat merah telah terlukiskan di ufuk barat. Burung-burung camar kembali ke sarangnya, setelah seharian berkelana mencari penyambung hidup. Seorang laki-laki berjalan lunglai dan lemas. Maklum dia telah berjalan jauh, ditambah pula dia sedang melakukan puasa sunat. Waktu maghrib telah tiba, dia mencari air untuk sekedar melepas dahaga dan mencari makanan untuk berbuka. Tiba di sungai ,dia langsung meneguk airnya yang memang jernih. Setelah dahaganya telah terpuaskan, dia melihat sebuah jambu yang hanyut di sungai. Karena merasa lapar yang sudah tak tertahankan dia langsung saja mengambil buah itu lalu memakannya. Setelah selesai makan buah itu, dia teringat akan sesuatu dan berkata :
"Astaghfirulloh… aku lupa, buah ini masih bukan hakku. Buah ini belum halal bagiku. Aku harus mencari tempat buah ini berasal dan meminta halal dari yang punya."
Namun hari sudah mulai gelap dan ia memutuskan untuk mencarinya esok hari. Kesokan harinya, dia mencari asal muasal buah itu dengan menyusuri sungai. Setelah berjalan beberapa jam, dia akhirnya menemukan pohon jambu yang ia kira bahwa jambu yang hanyut dalam sungai dan yang ia makan berasal dari pohon ini. Lantas ia mencari pemilik pohon jambu tersebut. Tak jauh dari pohon tersebut, ada seorang laki-laki yang telah memerak rambutnya dan dengan mandi keringat sedang membersihkan rumput-rumput liar yang tumbuh. Dia pikir bahwa orang tua tersebut adalah pemilik pohon jambu itu. Dia lantas menghampirnya dan menanyakan hal itu padanya.
"Assalamu'alaikum…"
"Wa'alaikumussalam warohmatullohi wabarokatuh…" Jawab orang tua tersebut.
"Maaf pak mengganggu, apakah benar bapak yang memiliki pohon jambu itu?".
"Benar. Ada apa ya mas?"
"Sebelumnya saya minta maaf, saya telah berbuat dholim pada bapak. Kemarin sore saya melihat buah jambu yang hanyut di sungai. Lalu saya mengambilnya dan memakannya. Saya sadar bahwa jambu itu bukan milik saya dan tidak halal bagi saya. Oleh karena itu, saya meminta halalnya dari bapak akan buah itu". Terang dia akan maksud kedatangannya.
"Ooo…. Jadi begitu ya…" Sambil manggut-manggt dan mengelus jenggotnya, orang tua itu menanggapi perkataannya.
"Lebih baik kita tidak bercakap-cakap disini, mari kerumah saya saja agar kita lebih enak berbincang-bincang. Rumah saya tidak jauh dari sini kok, mari!" Ajak orang tua pada sang pemuda untuk bertandang kerumahnya. Pemuda itu menurut saja, demi mendapatkan kehalalan buah jambu yang telah ia makan.
Tidak beberapa jauh, mereka telah sampai di rumah orang tua itu. Rumah itu tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil. Setelah masuk ke rumah pemuda itu di persilahkan duduk.
"Anak muda siapa namamu?"
"Ismail pak"
"Dari mana kamu berasal?"
"Saya berasal dari kota di daerah utara sana pak." Ternyata pemuda itu bernama iIsmail. "Maaf pak, mengenai buah jambunya bagaimana pak?". Dia balik bertanya karena maksud dari kedatangannya adalah memimta halalnya jambu itu dan dia tak mau berlama-lama disitu.
"Baiklah Ismail, mengenai jambuku yang telah kau makan, aku akan menghalalkannya tapi dengan satu syarat." Ismail agak terperanjat akan perkataan sang orang tua itu yang mengajukan persyaratan terhadap jambu tersebut.
"Apa persyaratannya pak?" Ismail bertanya mengenai syarat yang diajukan.
"Ismail, saya mempunyai 1 hektar lahan yang tidak terawat. Saya disini hidup berdua dengan istri saya saja, dan lahan itu sudah beberapa tahun tidak terawat karena saya sudah semakin tua. Jadi saya minta kamu untuk merawat lahan itu selama 9 ttahun sebagai syarat agar jambuku yang telah kau makan halal bagimu."
Ismail tercengang mendengar persyaratan yang diajukan orang tua itu. Bagaimana tidak, waktu 9 tahun ia habiskan hanya untuk sebuah jambu. Orang lain pasti akan berpikiran hal itu adalah gila, masa hanya karena memakan sebuah jambu dihukum 9 tahun untuk merawat tanah seluas 1 hektar. Hal ini tak masuk akal. Ini namanya pemaksaan. Ismail diam dan merenung setelah mendengar persyaratan yang diajukan oleh orang tua itu. Dengan hati yang terasa berat, ia akan tetap melaksanakan syarat itu. Dia beranggapan daripada nanti buah jambu itu menjadi duri di akhirat gara-gara ia telah memakan barang yang bukan haknya, lebih baik ia menerimanya di dunia ini.
"Bagaimana Ismail, sanggup?" Tanya orang tua akan persetujuan Ismail.
"Baiklah pak, saya sanggup?" Jawab Ismail menyatakan kesanggupannya.
"Mulai besok kamu langsung bekerja. Saya akan mengantarmu kesana, dan di sana ada gubuk, kamu bisa tinggal di gubuk itu."
9 tahun bukanlah waktu yang sebentar, tapi Ismail menerimanya dengan hati ikhlas. Mungkin itu adalah salah satu jalan untuk meraih ridho-Nya.
Hari demi hari ia lalui dengan bekerja di ladang. Ladang itu memang agak jauh dari desa, sehinga hanya sesekali Ismail bertemu dengan para penduduk. Dia pun hanya sedikit sekali mendengar berita-berita dari luar. Itupun dari penduduk desa yang ia temui. Ketika ditanya sejatinya dirinya, dia hanya menjawab sebagai seorang murid yang ditugaskan mengolah lahan milik gurunya. Malam ia habiskan untuk bermunajat kepada Sang Kholiq agar diberi kesabaran dan keikhlasan dalam menjalani cobaan ini. Semakin hari ia semakin bertambah iman dan ia selalu muhasabah (instropeksi diri) akan kesalahan-kesalahan yang ia buat di masa lalu. 
Tak terasa waktu 9 tahun telah ia habiskan. Pagi itu ia bergegas untuk bertemu dengan orang tua pemilik jambu, mengatakan bahwa syarat yang ia berikan telah ia penuhoi. Sang orang tua sedang duduk-duduk di depan rumahnya.
"Assalamu'alaikum…"
"Wa'alaikumussalam…. Oh kamu Ismail. Ayo silahkan duduk! Ada apa? Apa ada tanaman yang terkena hama?"
"Tidak pak. Semua tanaman dalam keadaan baik."
"Lha terus ada gerangan apa kamu kemari?"
"Begini pak. Syarat yang bapak berikan untuk bekerja di ladang selama sembilan tahun telah saya penuhi. Dan tentunya jambu yang dulu pernah saya makan telah dihalalkan. Maka dari itu saya mau pamit pak." Ismail mengutarakan niatnya untuk pergi karena kewajiban telah terpenuhi.
"Ya….ya… kamu memang sudah 9 tahun disini. Tapi apa kau tidak lihat, tanaman-tanaman itu sudah hampir panen? Tunggulah sebentar dulu sampai musim panen usai!"
"Tapi pak, sesuai perjanjian saya menggarapnya selama 9 tahun. Dan itu sudah saya kerjakan." Sergah Ismail menuntut.
"Ya, memang benar kau telah menunaikan kewajibanmu. Silahkan kamu pergi kalau kamu ingin barang haram yang kamu makan tetap haram di tubuhmu." Ismail tertunduk lesu mendengar perkataan dari orang tua itu. Dia tetap tak ingin hidup dengan barang haram.
"Baiklah pak. Saya menurut."
Setelah itu, dia pun kembali ke gubuk lagi. Setelah dipikir-pikir memang benar tanaman yang ia tanam sudah mulai akan panen. Dan ia tak mau melewatkan hasil dari jerih payahnya sendiri. Ia pun mulai bekerja lagi di ladang.
Masa panen telah berakhir. Dia pun ingin mengutarakan niatnya untuk pergi yang gagal. Di pergi ke rumah orang tua itu.
"Ismail ya? Mari sini masuk!" sebelum mengucapkan salam ia terlebih dahulu dipersilahkan masuk. Agaknya orang tua itu tahu akan kedatangannya.
"Saya datang kemari karena telah selesai menunaikan kewajiban. Dan saya minta izin pamit." Kata Ismail mengutarakan niatnya.
"Ismail, kamu memang orang yang jujur, betanggung jawab, dan bisa mengemban amanah. Ismail, sebenarnya aku mempunyai seorang putri yang sudah waktunya untuk menikah dan aku ingi kamu mau menikah dengannya. Tapi, asal kamu tahu saja anakku mempunyai banyak kekurangan. Dia itu bisu, buta, tuli, dan lumpuh. Apakah kau mau menikahinya?"
Bagai disambara petir di siang bolong. Tak habis pikir masa di harus menikahi seorang wanita yang serba kekurangan, tidak sempurna sama sekali. Bahkan seorang kakekpun pasti tak mau menikahi wanita yang tidak sempurna seperti itu. Ismail hanya diam dan berpikir bagaimana cara menolak tawaran dari orang tua itu.
"Aku tahu, kamu pasti menolak tawaranku. Baiklah, jika itu jadi pilihanmu. Itupun jika kau menginginkan pintu surga tertutup buatmu karena barang haram yang kau makan."
Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Itulah yang mungkin kini dialami oleh Ismail. Mendengar perkataannya, Ismail hanya bisa  sabar dan tawakal ilalloh dalam menghadapi cobaan ini. Demi mendapatkan label halal dari sang pemilik jambu itu, dia harus rela menghabiskan waktu hampir 10 tahun dengan bekerja di ladang. Dan sekarang dia menghadapi dilema yang sangat pelik. Dia harus menikahi seorang wanita yang sangat jauh dari kata sempurna bagi seorang wanita.
"Ya Alloh…maafkanlah dosa-dosa yang telah hamba lakukan dan hamba mohon diberi kekuatan serta kesabaran dalam menghadapi cobaan yang Engkau berikan." Doa ia dalam hati. Memasrahkan semua pada Yang Maha Kuasa. Demi mencari ridho-Nya, apapun akan ia lakukan.
"Baiklah pak. Saya bersedia menikahi istri bapak." Jawab dia dengan nada pasrah.
"Bagus. 1 minggu lagi akad nikahnya dan juga walimahannya." Kata orang tua itu menentukan waktu nikahnya yang terasa begitu cepat.
Dalam 1 minggu tersebut, kesibukan terjadi di rumah orang tua itu. Banyak sekali orang-orang yang membantu suksesnya acara tersebut. Ismail terheran-heran mengapa banyak sekali orang yang datang. Setelah bertanya pada beberapa orang ternyata orang tua tersebut adalah seorang ulama terkemuka di daerah tersebut. Dia dfikenal dengan nama Syekh Shodiq. Maklum dia tidak tahu sejatinya orang tua itu, karena kesehariaanya hanya bekerja di ladang dan beribadah kepada Alloh SWT. Pantas saja orang-orang banyak yang datang, dari rakyat kecil sampai para ulama dan orang-orang pemerintahan. Mereka datang untuk menyampaikan selamat dan memberikan doa restu.
Hari yang bersejarah bagi Ismail telah tiba. Banyak sekali tamu-tamu yang datang dari segala macam kalangan. Dia agak keder dan grogi melihat banyaknya tamu yang datang. Setelah beberapa lama, akhirnya acara akad nikah dimulai. Syekh Shodiq, sekaligus calon mertua bagi Ismail dan selaku wali nikah terlebih dahulu membacakan khutbah nikah kemudian dilanjutkan dengan akadnya.
"Ya Ismail bin Ibrohim!" kata Syekh Shodiq memulai akad nikah.
"Labbaik." Jawabku.
"Ankahtuka wa zawwajtuka Fatimah bintii bimahri adawatis sholat haalan."
"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha linafsii bimahril madzkur haalan."
"Bagaimana para saksi, sah?" Tanya Syekh Shodiq kepada 2 orang dibelakangnya.
"Sah." Jawab mereka.
Setelah itu doa pun dibacakan. Ismail merenung, menangis dalam hati. Bagaimana tidak, hari ini dia telah resmi menjadi seorang suami bagi wanita yang tak pernah ia lihat sekalipun dan dengan kriteria yang semua orang laki-laki pastti menolak jika diminta untuk menikahinya.
Acarapun selesai. Banyak tamu undangan yang sudah kembali ke rumah masing-masing. Hari yang sangat melelahkan bagi Ismail. Di waktu acara, ada seorang tamu yang memberikan selamat dan mengatakan padanya, "Beruntung kau anak muda mendapatkan istri putri Syekh Shodiq. Dia itu sangat cantik lagi sholehah." Ismail hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Dalam hati dia mengeluh, "Cantik gimana? Orang istriku itu buta, tuli, bisu, lumpuh lagi. Ada-ada saja ini orang, pintar juga menghibur."
"Ismail!" panggil Syekh Shodiq membuyarakan lamunannya.
"Iya pak. Ada apa?" jawabku dengan nada gugup.
"Kok kamu malah duduk disini. Sana pergi ke kamarmu! Istrimu sudah menunggu. Itu di sebelah kanan kamarnya." Kata Syeh Shodiq menunjukan kamar pengantinnya. Dengan langkah berat, Ismail lalu pergi ke kamar pengantin. Hatinya tidak karuan, kalau bisa pergi, lebih baik dia langsung angkat kaki dari rumah itu. Tapi itu bukan cerminan lelaki sejati yang lari dari tanggung jawab. Semakin ia mendekati kamar semakin hatinya deg-degan. "Bismillahirrohmanirrohim…" Ucapnya dalam hati.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam waromatullohi wabarokatuh." Jawab suara dari dalam kamar.
Ismail terkejut mengapa ada yang menjawab salam, padahal istrinya kan bisu. Apa ada orang lain selain istrinya di dalam kamar. Ismail menjadi bingung, tapi ia tetap memutuskan untuk tetap masuk kamar, barangkali memang ada orang lain selain istrinya itu. Setelah masuk ia melihat ke sekeliling kamar. Tak seorangpun orang di dalam kamar kecuali seorang wanita dengan baju yang serba merah, kerudung merah dan memakai cadar. Ismail terpana melihat wanita itu. Wanita itu begitu cantik dengan matanya yang lentik lagi menawan. Ismail berpikiran bahwa dia salah kamar. Wanita itu tidaklah sesuai dengan dengan kriteria yang menjadi istrinya.
"Oh, maaf. Saya salah kamar." Ismail lalu berbalik dan bergegas untuk pergi, daripada nanti malah kena fitnah. Tapi baru mau melangkahkan kaki, tiba-tiba….
"Tunggu mas. Mas tidak salah kamar. Benar ini memang kamar pengantinnya. Dan saya adalah Fatimah, istri mas."
Deg. Ismail kaget, hatinya begitu deg-degan. Apa aku tak salah dengar. Wanita ini mengaku sebagai Fatimah istriku. Tak mungkin. Mustahil. Ismail tetap tak percaya wanita cantik yang ada di depannya ini adalah istrinya.
"Mas pasti tidak percaya bahwa saya adalah Fatimah putri Syekh Shodiq." Kata wanita itu karena melihat Ismail terbengong-bengong dan kelihatan bingung.
"Ya. Tapi…. Apa memang kau adalah Fatimah, istriku?" tanyaku dengan nada tak percaya.
"Benar mas. Kamu tidak salah." Jawab ia.
"Tapi… kata Syekh Shodiq, kamu….." melihatku kebingungan dia tersenyum di balik cadarnya yang tipis.
"Baiklah mas. Kemarilah! Duduklah di sampingku. Akan aku jelaskan semua." Ismail pun menghampirinya dan duduk di sampingnya. Ada perasaan sejuk yang menghampiri hatinya. Berbeda dengan saat tadi ia masuk ke kamar ini.
"Memang benar apa yang dikatakan oleh abahku. Aku memang bisu, tidak pernah berbicara kotor dan selalu kuisi dengan berdzikir pada Alloh. Aku memang tuli karena tak pernah mendengar kata-kata yang tidak selayaknya dikatakan. Aku memang buta, buta terhadap hal-hal yang berbau kemaksiatan. Dan aku memang lumpuh,karena kaki ini tak pernah pergi ke tempat-tempat maksiat. Dari umur 7 tahun aku sudah dititipkan kepada pamanku, salah seorang ulama zahid yang berada di pinggiran kota. Abahku memang sengaja mengatakan kepadamu hal-hal yang negatif mengenai diriku. Dia bermaksud untuk mengujimu. Dan engkau menerimanya. Sebagai gantinya, abah menjadikan aku sebagai hadiah untukmu."
Fatimah lalu membuka cadarnya. Betapa terpesona Ismail melihat wajah istrinya. Begitu cantik. Bahkan bulan akan kehilangan pesona bila bersanding denganya. Mata yang lentik dihiasi bulu matanya yang indah, alis yang melengkung bagai bulan sabit, bibir yang merah merekah bagai buah delima, dan pipi yang merona kemerah-merahan dan dihiasi lesung pipi membuat laki-laki akan berpikir wanita ini manusia atau seorang bidadari.
"Istriku, kau begitu cantik melebihi bidadari. Mereka akan iri melihatmu. Matahari akan malu menunjukan dirinya karena kalah dengan sinar matamu. Engkau sangat cantik istriku. Inni uhibbuki anti jiddan…jiddan…jiddan." "wa uhibbuka jiddan ya habiby." Jawab sang istri.
Ismail mencium istrinya dengan mesra. Buah dari kesabarannya dalam menghadapi cobaan telah ia petik dengan mendapatkan istri yang sangat cantik lagi sholihah. Mereka pun bersama mengarungi samudra kebahagiaan. Menjadi pasangan yang membuat iri seluruh makhluk yang ada di langit dan di bumi. Sungguh betapa beruntungnya Ismail, semua kenikmatan dan kebahagiaan yang ia peroleh hanya disebabkan oleh sebuah jambu, ya jambu. Jambu Cinta.




















Siapa yang tak mengakui ketampanan dan keelokan Nabi Yusuf, bahkan tak ada yang bisa menandingi ketampanannya kecuali Nabi Muhammad SAW. Ketampanan seluruh makhluk yang ada di dunia ini, 50 % adalah milik Nabi Muhammad SAW, 25% milik Nabi Yusuf dan 25% diperebutkan oleh sekian makhluk dari zaman Nabi Adam sampai dunia ini mencapai batas umurnya. Wanita-wanita yang ada di zaman Nabi Yusuf akan terpana dan terpesona melihat ketampanannya, bahkan sampai-sampai tangan mereka teriris pun tak terasa. Dari kelas bawah sampai kelas bangsawan mengakuinya sebagai laki-laki yang seperti seorang malaikat. Salah satunmya adalah Zulaiha, istri seorang bangsawan yang juga membeli Nabi Yusuf dari pedagang budak.


























0 komentar:

Posting Komentar